My Coldest CEO

13| An Oddity



13| An Oddity

0"Leo kemana sih?"     

Tatapan Azrell mulai terlihat sendu kala seseorang yang ia tunggu-tunggu untuk membalas seluruh pesan yang diluncurkan dirinya, tapi sudah sejak perpisahan terakhir laki-laki itu tidak membaca pesannya. Biasanya, kalau sibuk pun menyempatkan untuk membalas tapi kali ini berbeda, seakan-akan Leo tertelan bumi.     

Ia duduk di tepi kasur, masih dengan menatap layar ponsel yang berada di genggamannya. Satu dari pengharapan saja belum terwujud, bagaimana bisa ia menjalin hubungan yang terkesan baik-baik saja ini? Memang menyebalkan.     

Sudah berkali-kali ia mengirimkan pesan, tadi kata Leo, dia ingin pulang untuk kembali bekerja. Jadi pertanyaannya, apakah pekerjaan yang melibatkan berbagai macam tumpukan dokumen itu membuat laki-laki tersebut sangat sibuk.     

"Arghhh, bisa gila aku lama-lama kalau cuma nungguin kabar gak jelas dari kamu!"     

Akhirnya ia menyerah, membanting tubuhnya di atas kasur yang membuat dirinya langsung menatap langit-langit kamar. Hari sudah hampir menginjak tengah malam. Sudah segala hal dia lakukan bersama dengan Felia, dari mengejutkan wanita itu dengan membuatkan suasana bathtub yang menenangkan sampai melakukan kegiatan masker wajah.     

Kini, ia sedang menunggu Felia untuk menghapus bekas masker yang berada di wajahnya dengan bilasan air dan sabun cuci muka.     

"Ica? Kamu kenapa? Sakit ya?"     

Suara lembut disusul dengan derap langkah yang seperti mendekati Azrell pun terdengar jelas. Ia tetap dalam posisinya, malas mengarahkan pandangan ke Felia yang kini sudah duduk di sebelahnya.     

"Enggak, gak sakit, kenapa?"     

"Loh kok jadi main tanya-tanyaan sih."     

Felia terkekeh kecil, lalu menanjak naik kasur dan langsung saja menyandarkan tubuhnya di kepala kasur. Ia menatap Azrell yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu, tapi ia memilih untuk diam.     

Sedangkan Azrell? Ia menghembuskan napasnya, entah kenapa memang rasanya berat sekali menjaliy hubungan dengan Leo. Memang sih banyak sekali keuntungannya, tapi oh ayolah ia sangat tidak nyaman kalau tanpa kabar seperti ini.     

"Fe?"     

Akhirnya, ia memutuskan untuk memanggil Felia sambil mengubah posisi tidurnya supaya bisa menatap wajah seorang wanita yang memang jarang sekali di poles make up. Tetap cantik wajah natural yang tanpa tertimpa serum atau skincare lainnya, hanya modal sabun cuci muka saja tapi wajah Felia masih terlihat semulus pantat bayi.     

Felia menarik sebuah senyuman, lalu dengan penuh ketertarikan pun memusatkan seluruh perhatiannya ke arah Azrell. "Iya, Ica?"     

"Kamu pernah gak rasanya sayang sama orang lain tapi orang itu gak sayangi balik?"     

"Gak pernah, Fe. Boro-boro kasih sayang, aku aja gak pernah ngerasain perasaan itu."     

"Ah ya, maaf kan aku. Tapi kamu coba pikirkan kenapa bisa ya ada orang yang jatuh cinta pada orang yang tidak bisa memberikan hatinya?"     

Felia bergeming. Padahal tadi ia ingin sekali mendengarkan keluhan Azrell karena wanita itu terlihat gelisah, namun kali ini dirinya tak berkutik.     

"Dan bodohnya lagi, orang itu adalah aku." Azrell tertawa miris dengan nasib yang menimpa dirinya. Awalnya memang hanya menaruh mata karena terpesona dengan seorang laki-laki tampan, ia pikir setelah itu akan tamak dengan kekayaan dia saja, tapi perkiraannya salah. Seorang Azrell sudah menaruh hati pada Leo.     

Hubungan yang menurut Leo hanya ajang untuk mengisi waktu kosong supaya ada seorang wanita yang memberikan perhatian pada dia.     

Azrell menatap wajah Felia yang kebingungan. Ia sangat tahu kalau wanita itu tidak pernah dekat dengan laki-laki karena nanti perhatiannya tersita hanya untuk pasangannya. "Gak masalah Fe, aku hanya ingin cerita." ucapnya sambil memberikan sebuah senyuman yang manis. Kalaupun Felia tidak bisa memberikan sebuah saran, yang terpenting seperempat kegundahannya sudah tersalurkan dan ia lega.     

"Saran aku sih, jangan mencintai apa yang memang tidak mencintai kita balik."     

"Hah? Kamu bicara apa sih? kata-kata mu terlalu berbelit, Fe."     

"Gimana ya duh, pokoknya kamu tahan perasaan sayang itu biar gak tumbuh semakin besar lagi. Memangnya kamu mau merasakan sakit hati? aku lihat-lihat kalau sakit hati itu sakit loh, ya iya lah namanya juga sakit."     

Bukannya mendapat pencerahan dari sesi curhat, Azrell kini malah tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan yang di katakan Felia. Sungguh, wanita itu sangat lucu sekali dalam mengatur kata-kata membuat rasa sedihnya hilang berganti dengan rasa geli. "Uda lah Fe, aku gak apa-apa. Cape aku malah ketawain kamu," ucapnya sambil mengusap ujung mata karena terdapat bulir air mata di sana.     

Felia mengerutkan bibirnya, namun sedetik kemudian ia malah terkekeh. Benar juga kata Azrell, kalau diingat-ingat kembali ia pun tidak mengerti dengan apa yang di ucapnya.     

"Yasudah ya aku mau kembali ke rumah,"     

Azrell menaikkan sebelah alisnya, lalu menaham tangan Felia supaya wanita itu tidak beranjak dari duduknya. "Jangan pergi, Fe." ucapnya yang malah kembali mengubah raut wajahnya menjadi sendu.     

"Ya terus aku harus apa? Nanti film kesukaan ku kelewat, ketinggalan deh nanti."     

"Tolong telfon ke nomer ini, Fe. Aku ngantuk, mau tidur." Azrell menjulurkan tangannya, memberikan benda pipih ke Felia sebagai alat komunikasi untuk banyak orang itu. Setelah sudah berada di genggaman wanita tersebut, ia langsung saja membenarkan posisi tidurnya lalu menutup tubuhnya dengan selimut.     

Felia yang belum menanyakan hal apa saja yang harus di lakukan itu pun hanya menatap kosong ponsel Azrell yang sudah berada di genggamannya, terlihat sebuah kontak pesan dengan nama LL yang di berikan emoticon red love.     

"LL?" gumamnya.     

Selama ini, ia memang tidak pernah menanyakan Azrell apakah wanita itu sudah memiliki kekasih atau belum. Karena dirinya malas sekaligus menganggap hal itu sebagai privasi Azrell yang tidal mungkin ia pertanyakan, sangat tidal sopan.     

Menghembuskan napasnya, ia mengeratkan genggaman tangannya lalu mulai beranjak turun dari kasur membiarkan Azrell yang tampak lelah itu mulai masuk ke dalam mimpinya.     

Ia mulai mengarahkan kakinya keluar kamar, lalu menutup pintunya kembali. Lagipula Azrell hanya menyuruh dirinya untuk menelpon kontak tersebut, iya kan? Bukan berarti ia tidak bisa kembali ke dalam rumah kecilnya di halaman belakang.     

Saat dirinya sudah sampai di tujuan, ia langsung saja melepaskan sandal dan meletakkannya di rak khusus untuk sandal dan sepatu. Rasanya bahagia sekali memiliki orang-orang yang peduli dengan dirinya.     

"Ah astaga sudah jam segini lebih baik aku buru-buru menonton,"     

Dengan heboh, Felia langsung saja berlari kecil ke arah kasurnya lalu meletakkan ponsel milik Azrell di samping tubuhnya. Mulai meraih remote televisi, lalu menyalakan benda pipih yang menggantung di dinding itu.     

"Harusnya ada popcorn nih, tapi malas buat." gumamnya sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. Biasanya, ia menonton televisi di temani dengan camilan ringan dan soda, oh bahkan terkadang segelas jus ataupun air mineral.     

Ia mulai menarik sebuah selimut tebal untuk media hantamnya supaya kalau melihat adegan romantis yang membuat dirinya gregetan bisa mencengkeram kuat kelembutan selimut tebal tersebut. Ia menyandarkan tubuhnya ke kepala kasur, lalu mulai merilekskan diri sebelum filmnya menayangkan scane yang bisa membuat dirinya terbawa suasana.     

Drtt...     

Drtt...     

Drtt...     

Baru saja ingin menikmati film, ponsel milik Azrell berbunyi. Astaga ia lupa menelepon nomor yang dikatakan oleh wanita itu! Merutuki kebodohannya, ia langsung saja meraih ponsel tersebut dan melihat nama yang di pesankan sebelumnya pada dirinya. "Huh, harus mengatakan apa ya?" tanyanya yang malah menggantungkan nada dering.     

Daripada nanti kelamaan, Felia langsung saja menarik jarinya untuk mengangkat panggilan telepon. "Halo, selamat malam." ucapnya dengan nada lembut yang sangat sopan.     

Biar dirinya tebak, kalau Azrell saja berpenampilan fashionable dengan wajah bak Dewi Yunani, pasti kekasihnya adalah seseorang yang besar --dalam artian derajat--. Jadi, ia lebih memilih untuk menggunakan kosa kata yang sopan.     

"Selamat malam, ini siapa? Dimana Azrell?" suara bariton itu mulai terdengar jelas di indra pendengaran Felia.     

"Hai, Tuan. Maaf Azrell sudah tertidur. Tadi dia menyampaikan padaku untuk menelpon diri mu, tapi aku lupa."     

Entah kenapa dirinya ini menjadi makhluk yang sangat jujur di dunia, padahal lawan bicaranya tidak menanyakan apapun.     

"Lalu? Ini siapa?" tanya suara bariton di seberang sana, laki-laki itu berbicara dengan nada tenang seakan-akan tidak bersalah telah membuat Azrell menunggu lama.     

"Bukan urusan mu," ucap Felia. Ia cukup kesal dengan laki-laki ini karena berhasil membuat wajah cantik Azrell berubah menjadi sendu.     

"Apa dia besok sibuk?"     

"Iya, bagaimana kau ini kan kekasihnya. Tentu saja besok dia bekerja, apa tidak tahu?"     

"Ah iya,"     

Hening sesaat, Felia pikir panggilan ini sudah terputus membuat ia melihat ke layar ponsel namun masih tersambung.     

"Halo, Tuan?" panggilnya, menginterupsi suasana. Karena ya sebentar lagi film di layar televisinya akan segera mulai tapi laki-laki ini seperti tidak merasa mengganggu dirinya.     

"Iya?" jawab laki-laki tersebut di seberang sana.     

Felia menghembuskan sedikit napasnya, kenapa laki-laki bersikap seperti itu ya? "Sebaiknya aku tutup telponnya." ucapnya.     

"Kenapa?"     

Felia menaikkan sebelah alisnya.     

'Kenapa dia kata? Ya bagaimana bisa tidak ingin mengajak dirinya mengobrol, tapi tidak memutuskan sambungan telepon?!' batinnya.     

"Ya karena aku ingin menonton film, tidak tahu kah perawalan filmnya sudah selesai?"     

Lagi dan lagi, dirinya menjelaskan hal yang tidak pernah di tanyakan.     

"Oh pantas saja berisik, yasudah selamat malam."     

Pip     

Felia melongo. Hanya seperti itu saja? Bagaimana Azrell bisa tahan berpacaran dengan laki-laki berinisial LL ini?! Gosh.     

Menaruh kembali ponsel milik Azrell, namun kali ini di atas nakas. Lalu membenarkan kembali letak duduknya. Menatap ke layar televisi, pikirannya berkelana memikirkan ucapan 'selamat malam' itu.     

Entah kenapa, Felia kembali mengambil ponsel milik Azrell. Lalu membuka pola sandinya, dan membaca ruang pesan sepasang kekasih itu.     

Anehnya, si laki-laki LL ini sama sekali tidak mengirimkan balasan pesan apapun untuk Azrell bahkan tidak mengucapkan selamat malam seperti apa yang di ucapkan pada dirinya.     

Tapi suara itu, suara yang tidak asing bagi dirinya. Ah jangan sampai ia malah kepikiran laki-laki yang cuek itu, sangat menyebalkan.     

"Untuk apa aku memikirkan orang yang tidak penting sama sekali? Euhm..."     

Menyerah, ia sudah melanggar privasi orang lain. Akhirnya, ponsel itu kembali ditaruh ke atas nakas.     

Rasanya memang aneh, bahkan sangat aneh.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.